PROPOSAL KEHIDUPAN



Namaku Felesia Rizqi Tiara. Malam ini adalah malam kelahiranku, 14 Januari 21 tahun  lalu. Di malam kelahiranku di dunia ini aku ingin menulis sebuah proposal kehidupan. Yang kelak proposal ini akan Kau setujui dan terlaksana, Amin.
      Aku lahir di Pejaten Barat sebuah perkampungan kecil di pinggiran Jakarta Selatan. Aku hidup di keluarga sederhana yang berkecukupan meskipun kami tinggal di sebuah rumah kontrakan, maklum rata-rata orang Jakarta hanya tinggal di kontrakan. Ayahku bekerja sebagai pegawai swasta dan ibuku hanyalah ibu rumah tangga biasa. Aku mempunyai tiga adik; satu laki-laki dan dua perempuan. Banyak cerita tentang keluargaku yg nanti akan kuceritakan perlahan lahan.
Masa kanak-kanak bagiku adalah masa paling indah dalam hidup ini, masa dimana aku bisa tertawa gembira dilimpahi kasih sayang dari berbagai pihak. Tanpa ada masalah sedikitpun, apapun keinginanku selalu terpenuhi, mungkin masa kanak-kanakku ini merupakan masa keemasan keluargaku dimana kami bisa hidup berkecukupan bahkan lebih. Sejak  kecil aku dikenal tomboy oleh keluargaku entah kenapa saat aku belum lancar bicara aku sudah bisa menolak dipakaikan rok oleh ibuku. Sejak dulu aku paling tidak suka memakai rok, ibu dan bapakku sudah hilang akal merayuku untuk mau memakai rok yg mereka belikan, namun aku tetap bergeming dan tidak mau. Pakaian yang aku sukai adalah kemeja atau baju anak laki-laki lengkap dengan levis dan ikat pinggangnya. Akupun heran mendapatkan bakat tomboy ini dari mana. Sejak TK aku sudah mulai nakal entah karena sifatku yg tak mau diam dan cenderung pecicilan, aku hanya punya satu teman perempuan di TK dan yang lainnya semua laki-laki. Di TK aku sudah mulai berantem dengan anak laki-laki dan dia kalah sampai-sampai ibunya memarahiku. Saat SD aku menduduki peringkat 3 hingga 5. Pelajaran favoritku adalah sejarah, entah mengapa aku sendiri tidak tau. Kepindahanku ke SD di Wonosobo ternyata berdampak pada peringkatku di kelas.
      Di SMP aku menjadi anak yang biasa saja. Aku tidak mencolok, bahkan aku termasuk anak yang ada dibawah dalam hal akademik. Mungkin karena sainganku lebih pintar-pintar, mungkin juga memang aku anak yang kurang pintar dari dulu.  Dulu aku tidak mengetahui apa itu sastra. Aku hanya tau pelajaran Bahasa Indonesia, dan sejak SMP aku mulai suka membaca apapun itu, terutama novel dan bacaan sejarah. Itu sebabnya aku selalu mendapat nilai tertinggi pada mata pelajaran sejarah.
      Masa SMK adalah masa paling indah sepanjang perjalanan pendidikanku. Karna kasus-kasus yang pernah kubuat itulah yang membuat masa SMKku indah,menurutku. Sejak kelas 1 aku bersama 5 temanku membuat sebuah genk bernama NARSO. Pada minggu-minggu masuk sekolah aku sudah bertengkar dengan kakak kelasku. Sembilan orang melawan kami anak baru empat orang. Tapi tetap saja kita yang menang, mereka kurang cerdik. Masa nakal-nakalku justru aku lalui sewaktu kelas 1 entah sudah berapa kali aku keluar masuk BP. Sampai-sampai guru BP hafal denganku. Di kelas 2 sudah terlalu banyak masalah hati yg diributkan hingga aku lupa membuat kasus dan peringkat dikelasku pun merosot drastis. Kelas 3 aku sudah mulai tobat dan rajin belajar hingga aku mendapatkan rangking 10 besar, sebuah prestasi luar biasa ditengah persaingan yang amat berat. Seminggu menjelang UN aku dan NARSO kembali membuat kasus, tak tanggung-tanggung dengan wali kelasku sendiri, hingga hampir melibatkan pihak kepolisian jika saat itu kami tak menurunkan gengsi. Sebenarnya semenjak kelas 2 aku sudah tidak berminat pada kuliah, otakku sudah tidak kuat. Namun saat itu ada seseorang yang memarahiku, karna aku tak punya motivasi hidup. Dia tau persis karakterku yang tak bisa di remehkan, saat itu aku bertekad akan membuktikan kalau aku juga bisa kuliah. Hingga akhirnya saat ada tawaran beasiswa masuk universitas, aku langsung mengambilnya. Alasannya saat itu karna ibuku hendak menguliahkan aku di UNSIQ, dan aku tidak mau. Akhirnya aku mendaftar di UNY dan UNJ sebagai pilihan kedua. Dengan pilihan pertama Bahasa dan Sastra Indonesia, yang awalnya aku pikir itu pendidikan, dan pilihan kedua Pendidikan Sejarah. Setelah diterima aku jadi bingung sendiri karna ternyata aku diterima di UNY  jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia bukan UNJ kampus yang aku idamkan, itu semua bermula dari salah penempatan kampus dan salah pemilihan jurusan pula. Tapi nasi sudah menjadi bubur dan aku merasa aku tersesat dijalan yang benar. Aku tidak menyesalinya karna aku yakin Engkau telah menakdirkan aku di situ.
      Di jurusan ini, khususnya di kelas ini aku mulai mengenal sastra dan linguistik. Saat penjurusan antara Linguistik dan Sastra, aku mulai gamang. Aku merasa nilai-nilaiku bagus di sastra dan aku pun nyaman, beda dengan linguistik, aku tak bisa menghafal dan nilai-nilaku juga pas-pasan. Pada akhirnya aku memilih Lingustik untuk aku dalami, dengan pertimbangan di sastra aku ‘mandul’ karya, aku hanya suka membaca tanpa pernah membuat bacaan. Hingga aku putuskan, aku mantap di Linguistik. Aku masih bingung untuk skripsiku kelak ingin mengkaji apa, tetapi aku tertarik dengan sosiolinguistik yang mungkin akan jadi sumber referensi skripsiku kelak. Awalnya keinginanku setelah itu adalah menempuh kuliah kependidikan, itu sebenarnya rencana paling akhir. Tapi sepertinya rencana itupun tidak akan aku jalankan., karna jujur saja aku mulai bosan dengan kuliah, aku jenuh dengan segala rutinitas monoton seperti itu. Ingin rasanya menyelesaikan studi ini dan cepat-cepat memperoleh pekerjaan. Menjadi wanita karir.
Keinginanku yang sebenarnya adalah, aku ingin kembali ke Jakarta bekerja di stasiun TV sebagai pembawa berita, repoter, atau kameraman mungkin yang penting aku bekerja di TV seperti cita-citaku saat masih sekolah. Aku ingin mempunyai rumah di Pejaten tetapi jika dikawasan itu sudah padat penduduk di daerah Ciganjur atau Pondok Labu pun tak masalah, yang jelas aku ingin membawa seluruh keluargaku kembali ke Jakarta lagi, membangun keluarga di Jakarta. Lalu aku akan umroh bersama keluarga besarku, juga memberangkatkan haji orang paling spesial dalam hidupku, dialah ibuku. Dia motivasiku untuk tetap kuat menjalani kehidupan ini. Yang aku punya hanya dia sekarang, jadi tak ada alasan untuk aku tidak membahagiakannya. Setelah bosan bekerja di TV aku ingin membangun sebuah rumah pendidikan yang menyatu dengan alam untuk anak-anak jalanan.
      Keinginanku yang lain adalah pergi ke luar negeri. Negara yang ingin aku kunjungi adalah Jerman dan Turki. Aku sendiri tak tau apa yang menarik dari Jerman hanya saja negara itu telah menjadi negara incaranku yang ingin sekali aku kunjungi sejak piala dunia 2002. Di Turki aku ingin menikmati es krim lengket dan Turkish delight bersama orang terkasih, menikmati pemandangan satu-satunya kota yang ada di dua benua.         
      Hidup itu berawal dari mimpi dan aku akan terus menjaga mimpi-mimpiku seperti aku menjaga kehormatan diriku dan keluargaku.
      Aku harap mimpi-mimpi ini kelak akan Kau wujudkan, Tuhan.
TERIMAKASIH . . .


Love Letter Untukmu, Dan Kamu



26 Januari 2014
    Hai kamu. Dan kamu
Don't be suprised kalo tiba-tiba saya nulis surat seperti ini buat kamu, dan kamu. We've been through many years together. Dan karena sekarang saya harus tinggal di Jogja, jadi ya begini, trapped in so-called-long-distance-relationship circumstance. Apa daya kening tak sampai. Semoga jarak tak jadi masalah buatku, juga buat kamu, dan kamu. Kita.
Cinta saya ke kamu harus saya sampaikan. And since we are physically separated by miles, this expression must come in the from of letters such as this. Semoga surat cinta ini spesial buatmu. Se-spesial bakmi Jawa pake udangnya Bu Gun di Sari Rasa. Se-spesial kamu buat saya. Special letter. Untuk kamu, dan untuk kamu.
Masih ingat?
Jeans butut, kaos oblong dan jaket hitam kesayangamu? Yang kamu pakai untuk mendatangiku?
Aku ingat
Karna pengumuman dadakan itu, yang mengharuskan aku pergi ke jogja siang itu, kamu akhirnya datang dengan angkutan umum. Kamu capek saya tau, kamu sibuk, tapi kamu datang mengantar saya, mengejar keinginan saya.
Anak rambutmu yang mulai gondrong berkibar tertiup angin dan jaket hitam yang asal kamu kenakan ga jadi perhatian kamu. Yang penting buatmu saat itu, bertemu denganku secepatnya, sebelum aku pergi,,, hanya sehari, ya sehari yang membuatmu khawatir karna aku menolak untuk kamu antar.
Masih saya ingat.
Kamu. Yang tak bisa membiarkanku aku sakit panas, mimisan karna keinginanku tak terpenuhi. Kamu. yang akhirnya mengalah hanya demi melihat aku sehat dan kembali ceria lagi.
Masih saya ingat.
Hujan besar pukul 5 sore itu. Aku dan kamu duduk berdampingan dengan lengan mendekap lutut masing-masing sambil mengamati tumpahan air yang yang tidak berhenti jatuh dari atap gerobak mas Marno. Jaket hitam kesayanganmu terpaksa kau biarkan basah untuk menutupi tubuh kedinginanku.
“Sabar”
Begitu kamu bilang, bahkan perut keroncongan yang beradu dengan derasnya hujan tak kau hiraukan.
“Sabar. Berdoa.”
    Masih saya ingat.
“gak papa, kamu sakit sekarang itu lebih baik, dari pada semakin jauh.”
Begitu kamu bilang. Meskipun bisa kubayangkan matamu ikut basah begitu kudengar suaramu tercekat di seberang telepon. Satu-satunya obat yang saya butuhkan waktu itu, kamu.
Masih saya ingat.
Caramu memahami setiap kali kubilang nasi goreng buatanmu paling mantep sedunia, means aku rindu nasi goreng buatanmu. Lalu, there you are... duduk di sisiku sambil mengejek puas ketika nasi goreng buatanmu perlahan punah dari muka bumi. Dan bayaran untuk sepiring nasi goreng spesial itu, segenggam pijitan dariku. yang Anyway aku selalu suka bau matahari yang bercampur disweatermu, juga aroma sarungmu yang sering kau gunakan untuk menutupi wajahku.
Masih saya ingat
Caramu mengeluarkan jurus untuk nada minor sumbang keluar dari tubuhmu membuat kita tertawa geli.Aku selalu ingat dandanan gagahmu dalam balutan jas, sarung dan peci.
Caramu mengejek Bepe idolaku saat Persija kalah dari Tim kebangganmu Persib. Cara kita saling cela membanggakan tim masing-masing. Dan caramu mengusiliku saat kita sedang beradu permainan congklak sore itu. Semua terasa manis semanis teh yang selalu kubuatkan untukmu tiap sore, sehangat wedang jahe buatanmu saat hujan tiba.
Masih ingat perjalanan-perjalanan seru kita?
Kamu. Yang paling konsisten dengan kata-katamu. Perjalanan yang benar-benar “perjalanan” kaki jika denganmu. Kamu orang yang mengajariku untuk doyan makan singkong, singkong gagal yang rasanya krenyes-krenyes kataku. Kamu yang mengajakku berburu belut di tengah kubangan lumpur balong di Kuningan yang ternyata aku alergi.
Kamu. Partner naik pohon mangga, rambutan dan kedondong di belakang rumah di Kuningan. Rival terberat untuk rebutan sambel dan sayur asem. Kamu. Teman berburu kelapa muda di bubulak. Pelahap duren ulung yang patut di acungi jempol.
Masih saya ingat.
Telponmu yang seperti orang minum obat, 3 kali sehari. Dengan pertanyaan yang sama setiap hari. “udah bangun belom?” “kuliah ga?” “lagi ngapain?” “udah makan belom?” “kalo maen jangan pulang malem-malem.” Semua pertanyaanmu sudah melekat manis dikepalaku, sayang.
Masih saya ingat.
Bagaimana marahnya aku saat kamu tak meneleponku satu minggu penuh. Yang kemudian balik aku yang tak memberi kabar padamu. Hingga kusesali saat tau alasanmu saat itu.
“Ibu... kangen.”
“Tya kapan pulang?”

Kamu.
Masih saya ingat.
Sewaktu kita diskusi tentang undangan pernikahan yang ingin kubuat kelak. Aku ingin undangan yang bagus dan mahal, nikahannya di gedung , yang kamu jawab dengan ejekan, tapi aku tau diam-diam kamu mengamini ucapanku. Sangat manis. Semanis sikap-sikapmu ke saya.
Selalu ada Kamu.
Begitu juga Kamu.
Banyak hal lain yang tentunya masih dan akan selalu saya ingat.
Tetapi hanya satu hal yang saya ingin kamu, dan kamu, selalu ingat.
Dear (Alm) Bapak Wawan Senawan Madrahim dan Ibu Taslimah, cinta dari Ibu dan Bapak terlalu besar dan tak terhingga untuk membuat saya tidak mungkin tidak mencintai kalian lebih.
Saya cinta Kamu, dan Kamu.

Salam bakti,
Putri Tomboymu.